Presisi merupakan akronim dari prediktif, responsibilitas, dan transparansi berkeadilan. Jargon “Polri Presisi” dikenalkan oleh Kapolri Jendral (Pol) Listyo Sigit Prabowo dalam paparan visi pada uji kelayakan dan kepatutan calon kepala Polri oleh Komisi III DPR.
Dalam serangkaian fit and proper test tersebut, Kapolri Jendral (Pol) Listyo Sigit Prabowo bertekad melakukan transformasi kepolisian menuju polisi yang presisi, yakni prediktif, responsibilitas, dan transparansi berkeadilan. Ia menginginkan wajah Polri berubah menjadi lebih humanis, melayani, akuntabel, dan mengedepankan keadilan restoratif.
Polisi prediktif artinya kepolisian bertransformasi menjadi aparat yang berorientasi pada pencegahan atau prediksi situasi dan kondisi. Dengan begitu, potensi gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat dapat dianalisis dengan memanfaatkan data dan informasi yang didukung kemajuan teknologi.
Adapun, responsibilitas dimaknai sebagai rasa tanggung jawab dan responsif dalam bertugas, yakni menjamin keamanan masyarakat. Selanjutnya, transparansi berkeadilan, artinya polisi merealisasikan prinsip dan cara berpikir yang terbuka, akuntabel, dan humanis sehingga pelaksanaan tugas-tugas kepolisian menjamin rasa keadilan masyarakat.
Langkah perubahan Polri Presisi diejawantahkannya dalam empat langkah transformasi. Melingkupi transformasi organisasi (transforming organization), transformasi operasional (transforming operation), transformasi pelayanan publik (transforming public service), dan transformasi pengawasan (transforming supervision).
Merujuk buku Setapak Perubahan: Catatan Pencapaian Satu Tahun Polri yang Presisi, dalam konteks Polri, transformasi organisasi dilakukan untuk menjawab tantangan yang ada. Organisasi yang tak berubah akan tergilas oleh perkembangan zaman. Terdapat empat program untuk transformasi organisasi, yakni penataan kelembagaan, perubahan sistem dan metode organisasi, menjadikan SDM Polri unggul di era police, dan perubahan teknologi kepolisian modern.
Sedangkan transformasi operasional adalah proses mengubah input menjadi output dengan menambahkan nilai. Transformasi ini meliputi program pemantapan kinerja pemeliharaan kamtibmas, peningkatan kerja penegakan hukum, pemantapan dukungan Polri dalam penanganan Covid-19, pemulihan ekonomi nasional, menjamin keamanan program prioritas nasional, dan penguatan penanganan konflik sosial.
Transformasi ketiga adalah transformasi pelayanan publik. Tujuannya adalah untuk memudahkan masyarakat yang membutuhkan jasa layanan publik dari polisi. Untuk mewujudkannya, Polri melakukan dengan peningkatan kualitas pelayanan publik, mewujudkan pelayanan publik Polri yang terintegrasi, dan pemantapan komunikasi publik.
Terakhir dalam konsep presisi adalah transformasi pengawasan. Pengawasan menjadi salah satu kunci bagi manajemen organisasi. Tanpa pengawasan anggota sebuah organisasi bisa melenceng dari garis kebijakan. Terkait hal ini, agenda trasnformasi pengawasan meliputi pengawasan pimpinan terhadap setiap kegiatan, penguatan fungsi pengawasan, dan pengawasan oleh masyarakat.