Karenanya diperlukan kolaborasi dalam pemberantasan, tak saja antar penegak hukum, tapi dengan kalangan masyarakat luas.
Perkembangan teknologi ternyata tak melulu berdampak positif bagi masyarakat. Sebaliknya terdapat aspek negatif dengan memanfaatkan celah dari dunia digital. Seperti memberikan akses masyarakat untuk dapat melakukan permainan berupa judi online. Pemberantasan aksi judi online kian gencar dilakukan pemerintah hingga membentuk Satgas Pemberantasan Judi Online. Namun pemberantasan judi online tak lepas dari berbagai tantangan.
Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Kabareskrim) Polri Komisaris Jenderal (Komjen) Pol Wahyu Widada mengatakan upaya pemberantasan judi daring memerlukan kolaborasi semua pihak. Tak hanya aparat penegak hukum dan pemerintah, tapi juga melibatkan masyarakat.
Ada sejumlah tantangan yang mesti dihadapi aparat penegak hukum dalam pemberantasan aksi judi online.
Pertama, modus para pelaku kejahatan yang bekerja secara kolektif dalam melakukan perbuatan melawan hukum. Yakni dengan menyediakan sarana prasarana, sistem pembayaran, deposit withdraw. Seperti pada situs judi daring yang diungkap baru-baru ini.
Kedua, modus pelaku mengirimkan alat pembayaran rekening bank di Indonesia melalui ekspedisi ke luar negeri untuk menyamarkan transaksi keuangan. Yakni alat pembayaran yang dibuat di Indonesia dengan rekening bank yang terdapat di Indonesia, serta tokennya dikirimkan melalui ekspedisi dan dioperasionalkan dari luar negeri. Ketiga, dalam perputaran uang judi online ini, para pelaku menggunakan kripto currency dan money changer.
Polri sebagai Satgas Pemberantasan Judi Daring berkomitmen untuk memberantas segala praktik perjudian demi mendukung Indonesia Emas 2045
Selama periode 23 April sampai dengan 17 Juli 2024, Polri jajaran telah mengungkap 318 kasus judi daring dan menangkap 464 tersangka. Menyita barang bukti berupa uang total Rp67 miliar, 494 unit ponsel, 36 unit laptop, 257 rekening dan 98 akun judi daring dan 296 kartu ATM.Selama periode itu juga, Polri bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) melakukan pemblokiran terhadap 15.081 konten judi daring.
dalam pemberantasan judi online perlu untuk mengurangi atau memutus suplay dan demand (permintaan dan ketersediaan) dengan cara pencegahan (preemtif dan preventif). Dalam upaya pencegahan, Polri tak saja melakukan penegakan hukum tetapi juga sosialisasi, melakukan patroli, melalui penyuluhan dan juga pengawasan.
Sementara judi online selain dapat dijerat dengan Pasal 303 KUHP pun juga dapat diancam dengan Pasal 27 ayat (2) UU No. 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik. Pasal 27 ayat (2) menyebutkan, “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau
membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki
muatan perjudian”.