Baru-baru ini TNI bersama Polri gencar melakukan Sosialisasi dan penyuluhan kepada Masyarakat agar tidak melakukan pembakaran, baik pembakaran sampah, lahan maupun hutan yang berujung dengan kebakaran besar.
Kalau Sudah terjadi kebakaran dan meludeskan pemukiman siapa yang dirugikan, apalagi saat ini menginjak kemarau Panjang dan cuaca torgolong ekstrim, sehingga banyak barang yang akan mudah sekali terbakar.
Sebennarnya, melakukan pembakaran baik bebiasaan membuka kebun dengan membakar lahan yang sering terjadi saat ini selain merugikan karena mengakibatkan Polusi, orang yang melakukan pembakaran bisa dijerat Hukum seperti yang pernah dialami oleh dua petani di Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau.
Dua petani pembakaran lahan ini ditangkap aparan Kepolisian dan dijerat dengan Pasal 78 Ayat (4) Jo Pasal 50 Ayat (2) huruf b dalam Pasal 36 Undang- Undang (UU) No. 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi UU, khususnya atas perubahan Undang-Undang RI No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan atau Pasal 108 Jo Pasal 69 Ayat (1) huruf h Jo Pasal 98 atau Pasal 99 Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Meski pelaku beralasan hanya membakar lahan miliknya, namun persoalan ini tidak hanya menyangkut lahannya, tetapi menyangkut aturan hukum. Oleh sebab itu, persoalan pembakaran ini sejatinya tidak boleh dianggap biasa. Sehingga Kita patut memberi apresiasi kepada aparat penegak hukum, khususnya pihak kepolisian.
Karena, selain melakukan penegakan hukum, faktanya, pihak kepolisian juga turut serta dalam upaya melakukan pemadaman kebakaran hutan atau lahan. Bahkan, Bhabinkamtibmas dalam beberapa waktu belakangan ini juga sangat massif melakukan sosialisasi pelarangan pembakaran hutan dan lahan.
Di samping itu, sosialisasi atau penyuluhan pelarangan pembakaran lahan pertanian juga sebaiknya juga dilakukan oleh PPL (Penyuluh Pertanian Lapangan). Karena faktanya, tidak jarang petani atau buruh tani yang justru menjadi pelakunya. Inilah yang membuat kita prihatin.
Selain pembakaran hutan dan lahan, kebiasaan membakar sampah di lingkungan permukiman tampaknya juga mesti segera ditinggalkan. Alih-alih membuat lingkungan bersih, ini justru mengundang petaka.
Walaupun tiap daerah berbeda tuntutannya, namun Kebiasaan buruk ini juga dapat dituntut di muka hukum. Melalui perda yang diatur di daerah masing-masing provinsi