Sejak adanya pandemi Covid-19 pos siskamling (pos ronda) yang didirikan secara mandiri oleh warga kampung mulai jarang didatangi. Padahal pada zaman dahulu siskamling yang merupakan kepanjangan dari sistem keamanan lingkungan ini sangat berjasa besar terhadap keamanan lingkungan baik dari bahaya pencurian, bencana alam maupun tempat yang pertama kali didatangi ketika ada salah satu warga yang membutuhkan pertolongan pertama, misalnya ada keluarganya yang meninggal dunia.
Dan saat ini, tentu saja sebelum adanya pandemi Covid-19 bisa jadi menjadi salah satu wadah untuk memperat jalinan silaturahmi antar warga. Bahkan dari obrolan ngalor ngidul warga yang tergabung dalam kelompok ronda (warga biasa menyebutnya dengan “kamling”) bermunculahn gagasan, ide atau pemikiran untuk merencanakan pembangunan di kampung masing-masing.
Juga terbentuk kelompok ronda, seringkali dugunakan untuk menentukan kelompok dalam event saja, misalnya ketika gotong royong membangun musholla, ketika membangun bangket jalan, ketika membangun cor beton jalan kampung dan sebagainya.
Tetapi saat sungguh miris dan ironis. Bangunan pos kamling yang megah untuk ukuran kampung, dengan fasilitas televisi dan penerangan yang memadai, sudah mulai jarang di datangi oleh warga kampung.
Fenomena terkait hilangnya tradisi siskamling ini, saya amati mulai dari kampug saya sendiri dan dari beberapa cerita warga kampung lainnya, bahwa saat ini menurunnya interaksi sosial dalam sebuah bangunan rukun tetangga, tidak aktifnya perkumpulan RT berbanding lurus dengan aktivitas rutin warga di setiap malamnya yaitu siskamling (ronda malam) semenjak adanya pandemi Covid-19.
Dalihnya bermacam-macam: ada yang berdalih karena adanya aktivitas pekerjaan pada malam hari seperti warga kampung yang berprofesi sebagai ojek online. Ada yang berdalih menunggui anaknya yang kebetulan ditinggal istrinya kerja pada shift malam karena anaknya yang paling kecil takut ditinggal sendirian dirumah jika bapaknya tugas siskamling.
Ada yang berdalih tidak punya uang, sehingga jika memaksa mengikuti rutinitas siskamling maka sangat memberatkan ekonominya, jika kedongan (kedapatan menjadi tuanrumah) sebagai penanggung jawab penyedia camilan dan minuman. Dan yang terakhir dengan dalih yang menurut saya paling tidak masuk akal sehat adalah malas jika ikut siskamling.
Iya, demikianlah salah satu wujud dari kewajiban sebagai warga kampung yaitu ikut berpartisipasi dalam menjaga keamanan lingkungan kampung jika ingin dikatakan hidup umum kampung. Beratnya tanggungjawab menjadi warga kampung adalah apa yang dianamakan umum kampung (umum dalam hidup bermasyarakat).
Sebenarnya lepas dari ilustrasi diatas bahwa maksud dan tujuan diadakannya siskmling adalah: Pertama, untuk ikut berpartisipasi dalam menjaga keamanan kampung dan lingkungannya, dari bahaya pencurian maupun bahaya bencana alam, seperti gempa bumi, dan banjir. Sehingga ketika ada bahaya yang sdang mengintai kita di wilayah kampong masing-masing, warga kampung sudah dapat memproteksi diri, saling mengingatk antara warga kampung yang satu dengan warga kampung dengan menggunakan alat yang terbuat bambu, atau biasanya disebut kentongan.
Cara menabuh kentongan dalam siskamling tentu saja ada aturan dan kode-kode tabuhannya. Biasanya kode-kode cara menabuh kentongan ini ditempelkan di masing-masing pos ronda.
Kedua, adalah ketika pada suatu malam di wilayah kampung ada tetangga yang meninggal dunia, maka yang dimintai tolong pertama kalinya adalah para petugas siskamling yang berjaga pada malam hari tersebut. Selanjutnya para petugas siskamling yang minta tolong tersebut, sambil mensosialisasikan berita duka tersebut kepada warga satu kampung.
Ketiga, adalah memperat tali siturahim antara warga kampung yang mendapat giliran siskamling pada setiap malamnya. Biasanya melalui obrolan santai antar petugas siskamling, sering kali menelurkan beberapa ide-ide atu gagasan terkiat pembangunan kampung. Kemudian setelah merasa akrab dan nyaman maka lama-lama hubungan personal antarwarga yang satu dengan warga yang lain tambah semakin akrab.
Tetapi sebetulnya sejak adanya pandemi Covid-19, semakin menunjukkan karakter-karakter asli tetangga kita. Siapa saja warga kampung yang berjiwa sosial tinggi, dan siapa saja warga kampung yang berjiwa sosial settingan. Kalau kita tarik garis lurus sebetulnya ada penggerusan nilai-nilai wawasan kebangsaan warga kampung. Pola pikir pemahaman terkait hak dan kewajiban sebagai warga yang masih rendah.