Korupsi sesungguhnya sudah lama ada terutama sejak manusia pertama kali menganut tata kelola Administrasi. Pada kebanyakan kasus Korupsi yang tidak lepas dari kekuasaan, birokrasi, ataupun pemerintahan. Korupsi juga sering dikaitkan pemaknanya dengan Politik. Sekalipun sudah dikatagorikan sebagai tindakan yang melanggar hukum, pengertian korupsi dipisahkan dari bentuk pelanggaran hukum lainnya. Selain mengkaitkan korupsi dengan Politik, Korupsi juga dikaitkan dengan sosial perekonomian, kebijakan publik, kebijakan Internasional, Kesejahteraan sosial dan pembangunan Nasional.
Istilah Korupsi sendiri berasal dari Bahasa latin yaitu Corruptio yang berarti kerusakan ataupun keburukan, kebejatan, ketidak jujuran, dapat disuap sementara dalam Bahasa Inggris adalah Corruption atau Corrupt, kemudian dalam Bahasa Perancis disebut Coruption yang berarti menyalah gunakan wawanangnya, untuk keuntungan diri sendiri dan dalam Bahasa Belanda disebut Corrupt. Karena Indonesia dijajah Belanda maka kata Korupsi lahir dari istilah yang diambil dari bahas Belanda.
Pengertian gratifikasi menurut penjelasan pasal 12B Uu no. 20 Tahun 2001
Gratifikasi merupakan pemberian dalam arti luas, yaitu meliputi pemberian uang, barang, rabat, komisi tiket perjalanan, pinjaman tanpa bunga, fasilitas penginapan, perjalanan wisata dan lain sebagainya.
Adapun bisa dikatakan tindak pidana gratifikasi yaitu dengan syarat:
- Penerima Pegawai negeri atau penyelenggara Negara. (pejabat Negara, pegawai negeri,pegawai BUMN,pegawai BUMD, TNI-POLRI dll)
- Berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban
- Berada dalam 2 ranah pencegahan dan penindakan
Peraturan yang mengatur gratifikasi terdapat pada Pasal 12B UU No.31/2001 serta pada pasal 12C ayat (1) UU No. 31/1999 jo UU No 20/2001.
Didalam KUHAP tindak pidana gratifikasi didasari dari tindak pidana suap.
Tindak pidana suap dalam KUHP dibedakan menjadi 2 yaitu:
- Suap aktif (actieve omkoping) subyek hukumnya adalah pemberi suap dimuat dan menjadi bagian dari kejahatan penguasa umum (Bab VIII buku II), yakni pasal 209 dan pasal 210
- Suap pasif (Pasieve omkoping), subyek hukumnya adalah pegawai negeri yang menerima suap. Dan dimuat dan menjadi bagian dari suatu kejahatan jabatan (Bab XVIII Buku II), yakni pasal 418, pasal 419 dan pasal 420.
Sementara dalam Undang-undang No 31 Tahun 1999 penyempurnaan dari Undang-undang No 31 Tahun 31 Tahun 1971 yang memuat beberapa hal antara lain:
1. Suatu Tindak pidana korupsi dapat dilakukan korporasi,
- Tindak pidana korupsi dirumuskan sebagai tindak pidana formil
- Perluasan pengertian terkait pegawai negeri sipil
- Ancaman pidana diperberat dengan menentukan batas minimum serta maksimum
- Pembentukan KPK dari unsur masyarakat.
Beberapa faktor mempengaruhi praktik gratifikasi di Indonesia.
- Pola pikir serta tradisi masyarakat Indonesia yang membiasakan dan membenarkan pemberian suatu hadiah baik berupa uang, barang dan lain-lain yang berhubungan suatu jabatan
- Moral pejabat
Pejabat pemerintahan membiasakan diri untuk menerima hadiah sehingga akan mempengaruhi kinerja
- Ekonomi.
Faktor Ekonomi merupakan alasan yang sering digunakan para koruptor sebagai alasan klasik.