KUDUS-MENCEPIT, Menutup Celah Penyebaran Ideologi Teroris adalah sebuah buku yang diterbitkan oleh LKiS Yogyakarta dan ditulis oleh seorang Subkhan, S.H., M.H berdasarkan pengalaman empiris serta penelitian ilmiah untuk memperoleh gelar akademiknya. Buku tersebut diantaranya membahas beberapa hal yang menjadikan latar belakang masih terjadinya aksi terorisme di Indonesia dari sudut pandang efektifitas regulasi dan efektivitas politik hukum serta kajian psikologi. Didalamnya juga menjelaskan tentang ideologi terorisme yang harus kita ketahui dari sisi potensinya, faktor penyebab, tahapan terpengaruh sampai tingkatan amaliyahnya. Dibagian akhir ditutup dengan penjelasan tentang strategi aplikatif yang bersifat promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif termasuk beberapa materi penting terkait Pancasila, bentuk negara dan system pemerintahan dan pemahaman jihad itu sendiri dari sudut pandang ajaran Agama Islam atau Islamic Word View.
Puluhan tokoh penting dari Komunitas Ponpes Qudsiyah Kudus dan Ponpes Tasywiquth Thullab Salafiyyah (TBS) Kudus yang hadir di Gedung Yayasan Masjid, Menara dan Makam Sunan Kudus (YM3SK) tampak antusias ikut membedah Buku MENCEPIT yang menjadi tema kegiatan Wawasan Keabngsaan yang diselenggarakan oleh Dinas Pemuda, Olah Raga dan Pariwisata Provinsi Jateng. Kegiatan tersebut dibuka langsung oleh Sinoeng Nugroho Rachmadi selaku Kepala Dinas Pemuda, Olah Raga dan Pariwisata Provinsi Jateng. H. Mawahib Afkar, Anggota Komisi D Provinsi Jateng dari Fraksi Partai Golkar pada kesempatan tersebut menyatakan bahwa Buku MENCEPIT menjadi menarik karena berangkat dari pengalaman empiris penulisnya sehingga pembentengan masyarakat dari pengaruh ideologi teroris menjadi bersifat aplikatif. Hal inilah yang saat ini dibutuhkan oleh masyarakat karena ideologi teroris masih menjadi salah satu potensi ancaman di NKRI.
“Ketika mengkaji tindak pidana terorisme maka kita tidak akan lepas dari membahas dua hal prinsip yaitu ideologi terorisme yang sering kita sebut sebagai paham radikal teroris dan aksi terorisme itu sendiri. Keduanya merupakan dua hal yang berbeda namun saling berkaitan, karena seorang teroris sudah tentu memiliki ideologi teroris atau seorang yang berfaham radikal, namun sebaliknya seorang yang memiliki idologi teroris belum tentu seorang teroris, dengan kata lain ideologi terorisme itu menjadi ibu kandung dari aksi terorisme,” kata Subkhan selaku penulis Buku MENCEPIT mengawali bedah bukunya.
“Regulasi yang ada di beberapa hal masih terdapat celah hukum sehingga menjadikan politik hukum yang diambil melalui regulasi menjadi salah satu titik lemah penanggulangan terorisme di Indonesia. Kesan represif pada regulasi yang ada masih sangat dominan, karena hampir semua perbuatan yang dilarang merupakan bentuk aksi atau perbuatan, sedangkan faktor penyebab yang menjadikan adanya aksi atau perbuatan tersebut kurang mendapat perhatian, disinilah dibutuhkan peran seluruh elemen masyarakat untuk ikut serta dalam melakukan pencegahan. Teroris menggunakan ajaran aqidah atau syariat sebagai alasan pembenarnya, sehingga dibutuhkan pendekar-pendekar aqidah untuk mencegah berkembangnya, dan pendekar aqidah itu adalah tokoh agama dan aktivis pondok pesantren. Stigma yang dibagun oleh penganut ideologi teroris tersebut telah menjadikan masyarakat cenderung berhati-hati ketika membantu aparat negara dalam penanggulangan terorisme. Perang melawan terror bukanlah perang melawan agama, namun perang melawan kejahatan kemanusiaan. Pencegahan aksi terorisme itu sendiri menjadi sesuatu yang penting dari sisi kemanusiaan, karena hal tersebut sama artinya dengan mencegah jatuhnya korban,” jelasnya.
“Aksi terorisme merupakan puncak dari teori gunung es, sedangkan dibawahnya masih terdapat radikal teroris, simpatisan dan terpapar. Untuk pemberantasan aksi terorisme menjadi domain utamanya adalah aparat penegak hukum, namun untuk pencegahan menjadi kepentingan bersama, sehingga setiap kita dituntut kemampuan mengenali potensi, penyebab, cara masuk, tahapan terpapar sampai pada amaliyahnya menjadi sesuatu yang penting dalam kontek pencegahannya. Demikian halnya strategi yang dipilih untuk mencepit celah penyebaran ideologi terorisme harus bersifat aplikatif dan bukan sebatas konsep.”
Buku Mencepit yang ditulisnya masih jauh dari sempurna, namun setidaknya dapat membuka wawasan tentang masih adanya potensi ancaman penyebaran ideologi teroris yang dibalut dengan ajaran agama di sekitar kita, dan untuk mengimbanginya maka dibutuhkan eksistensi dari semua pihak di dunia nyata melalui tabligh, kajian ilmiah, kajian islam, halaqoh dan kegiatan lainnya yang bersifat rutin, maupun eksistensi setiap kita di dunia maya melalui media social yang saat ini menjadi salah satu kebutuhan utama, tentunya dengan frekwensi yang sama, sehingga materi yang digunakan untuk mencegah diharapkan dapat face to face dengan materi yang digunakan mereka untuk penyebaran ideologi teroris,”pesan Subkhan mengakhiri bedah bukunya.”
K.H. Najib Hasan selaku Ketua YM3SK, Dr. H. Ihsan, M.Ag selaku Ketua IKAQ dan Dr. H. M. Haidar Ulinnuha selaku Ketua IKSAB serta Dr. Abdul Jalil, M.E.I selaku host kegiatan berhasil membawa suasana bedah buku menjadi lebih interaktif.